On a Reflective Mode: Apakah Aku Bisa Jadi Orangtua yang Berhasil?
Parenting Coaching

On a Reflective Mode: Apakah Aku Bisa Jadi Orangtua yang Berhasil?


“Parenting is the easiest thing in the world to have an opinion about, but the hardest thing in the world to do.”

- Matt Walsh

Apa yang diungkapkan oleh Matt Walsh dalam kutipan di atas pasti pernah dirasakan oleh hampir semua orang tua. Banyak orang beropini tentang pola pengasuhan anak, tetapi tidak semua bisa dipraktikkan dengan mudah. Susahnya lagi, tidak ada sekolah khusus untuk menjadi orang tua. Para orang tua bertumbuh dari pengalaman mereka masing-masing dengan membawa modal dari orang tuanya terdahulu. Jika tidak didukung dengan kesiapan mental, maka pengasuhan anak bisa jadi sangat melelahkan.

Akan tetapi anak harus diasuh dan dididik untuk nantinya dapat mengarungi hidupnya sendiri. Untuk itu, orang tua perlu terus belajar pola pengasuhan yang tepat karena pada dasarnya karakteristik setiap anak berbeda, sehingga kebutuhan pengasuhannya pun berbeda-beda. Namun terdapat beberapa faktor penting yang menentukan keberhasilan pola pengasuhan orang tua pada anak. Mari cek dan ricek kembali.

Bagaimana Anda menerapkan faktor-faktor penting di bawah ini dalam rumah Anda?

1. Attachment (kelekatan)

Attachment atau kelekatan merupakan hubungan timbal-balik, yang dimulai sejak bayi lahir (bahkan beberapa teori menyebutkan sejak bayi ada di dalam kandungan), ikatan emosional yang kuat antara anak dengan pengasuh atau pemberi kasih sayang, yang masing-masing memberi kontribusi pada kualitas hubungan yang dijalin (Papalia, Olds, dan Feldman, 2009).

Adanya attachment yang baik dengan orang tua, mendukung anak untuk memiliki gambaran diri yang positif, meningkatkan percaya dirinya, dan keyakinan bahwa ia akan berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya. Attachment yang baik menolong anak membangun stabilitas emosi dan berpengaruh pada hubungan sosialnya. 

Kelekatan dibangun lewat komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi verbal bisa diberikan lewat pujian, apresasi pada apa yang baik dalam diri anak Anda. Jangan gengsi memberikan pujian. Apresiasi akan mendorong perilaku yang baik menetap.

Sementara komunikasi non verbal diberikan lewat sentuhan, atau ekspresi wajah. Merangkul, memberikan tepukan semangat di pagi hari, memeluk, atau menepuk kepala menunjukkan kasih Anda pada anak Anda dan bisa menumbuhkan ikatan emosional yang kuat.

2. Komunikasi dua arah

Relasi antara orang tua dengan anak tidak akan terbangun tanpa adanya komunikasi. Keluarga yang sehat salah satunya ditandai dengan adanya komunikasi dua arah di dalamnya. Orang tua bukan instruktur yang memberikan instruksi kepada anak, dan anak mengikuti apa yang diperintahkan. Orang tua harus dapat berperan sebagai guru, sebagai pelindung, sebagai teman, dan yang paling penting sebagai sosok yang dipercaya oleh anak (Meece, Schunk, dan Pitrich, 2008). Multiple roles

Bagaimana caranya menjadi teman mereka dan menjadi sosok yang dipercaya? Mulailah dengan keberadaan kita untuk mereka. Di kota besar banyak orang tua ‘terpaksa’ mengorbankan banyak waktu di luar rumah demi memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tapi bukan berarti keberadaaan kita hilang begitu saja bagi anak.

Baca juga 8 Alasan Anak Tidak Mau Mendengar Perkataan Orangtua dan Cara Mengatasinya

Carilah waktu khusus setiap hari untuk benar-benar bersama anak Anda. Jika ternyata itu hanya didapat di pagi hari, dalam perjalanan mengantar sekolah, maka luangkanlah waktu itu untuk ada bagi mereka. Keberadaan kita akan membuat anak merasa aman dan meyakini bahwa orang tuanya bisa mereka andalkan. 

Berikutnya, dengarkanlah mereka. Meminjam konsep pelayanan, dalam keluarga, yang kita layani adalah seluruh anggota termasuk anak-anak. Bagaimana caranya agar kita tahu pelayanan yang seperti apa yang mereka butuhkan? Tentunya dengan memberi kesempatan mereka mengungkapkannya.

Kadangkala apa yang mereka ungkapkan hanya cerita sehari-hari, mungkin bukan sesuatu yang kita anggap penting. Tapi berilah respon. Tunjukkan bahwa Anda mendengarkan mereka karena mereka penting bagi Anda. Bukan ceritanya yang menjadi fokus kita. Penghargaan mereka terhadap diri sendiri dimulai dari bagaimana Anda memperlakukan mereka, termasuk dalam mendengarkan mereka.

3. Pemberian kontrol

Sekali lagi, tujuan dari pengasuhan anak adalah menolong anak untuk nantinya mampu hidup mandiri. Untuk itu, anak harus diberi pengalaman mengatur sendiri hidupnya. Secara bertahap beri anak kontrol pada dirinya sendiri. Misalnya baju apa yang ingin dia pakai ketika jalan-jalan. Sejak kecil anak perlu diberi kesempatan untuk memilih apa yang dia inginkan dan dibimbing untuk menemukan apa yang dia butuhkan.

Mengajak anak terlibat dalam diskusi keluarga juga dapat menjadi salah satu cara mulai memberi kontrol pada mereka. Atau sesekali Anda dapat menanyakan pendapat mereka ketika Anda ingin membeli sesuatu. Dari pengalaman-pengalaman tersebut, anak akan belajar memikirkan pilihan-pilihan dan pertimbangan-pertimbangan yang ada sehingga mereka menjadi lebih bijak.

4. Standar, tuntutan, dan ekspektasi yang realistis

Mengasihi anak Anda tidak berarti Anda menuruti semua keinginannya atau memberinya kebebasan penuh untuk segala sesuatu, tidak berarti membiarkannya terus-terusan berjalan di bawah kontrolnya sendiri. Sebagai orang tua, Anda perlu berperan sebagai jangkar dan kompas bagi kapal mereka.

Salah satunya adalah dengan menanamkan nilai-nilai penting dalam hidup mereka. Juga melalui komunikasi, sampaikan pada mereka apa yang menjadi standar nilai dalam keluarga Anda. Misalnya nilai meminta maaf, berterima kasih, dan meminta tolong. Bila perlu siapkan sedetail mungkin konsep standar itu karena anak-anak pasti akan banyak bertanya. 


Kepada siapa saja aku harus mengucapkan terima kasih? Kapan aku harus meminta maaf? Kenapa harus mengucapkan permisi? Kenapa perlu meminta tolong? Bila Anda sudah siap, Anda akan menjawab mereka dengan yakin dan membuat mereka tidak bingung.

Dalam struktur keluarga, orang tua merupakan pihak pemegang otoritas. Dalam rangka menyiapkan anak-anak menapaki kehidupan mereka sendiri, tidak masalah Anda, bahkan harus, memiliki tuntutan pada mereka. Memiliki tuntutan tidak berarti menuntut. Karena itu tuntutannya harus realistis. Kita tidak bisa menuntut anak kita menjadi seorang model ketika kita tahu bahwa tingginya tidak mencukupi, contohnya. Untuk itulah kita memerlukan komunikasi dua arah.

Dengarkan apa yang menjadi aspirasi mereka, dan sampaikan apa yang menjadi tuntutan dan ekspektasi kita. Sampaikan dengan sejelas-jelasnya termasuk alasannya dan buka kesempatan negosiasi. "Ibu harap kamu cari kerja di daerah Jawa saja supaya mudah kalau ayah dan ibu mau menengok," misalnya, agar tuntutan dan ekspektasi kita sejalan dengan karakter dan kebutuhan mereka. 

5. Teladan

James Baldwin pernah mengatakan, “anak-anak tidak punya keterampilan yang bagus dalam mendengarkan, tetapi mereka sangat bagus dalam meniru.” Anda mungkin sudah menyampaikan dengan baik standar-standar nilai apa yang berlaku dalam keluarga Anda, juga sudah mendiskusikan tuntutan dan ekspektasi Anda pada anak-anak Anda.

Satu yang perlu diperhatikan adalah standar nilai itu haruslah adil bagi seluruh anggota keluarga. Jika Anda mengharapkan anak Anda menerapkan standar nilai tersebut, maka jadilah contohnya terlebih dahulu.

Orang tua adalah guru pertama, pengaruh terbesar, dan unsur paling lekat dengan anak-anak. Oleh karena itu semua perilaku kita akan menjadi pengaruh paling besar bagi anak, memori paling pertama yang bisa diingatnya, serta ada di momen-momen paling dekat dalam hidupnya. Andy Smithson mengungkapkan, yang paling menentukan keberhasilan dari pengasuhan anak adalah perilaku orang tua pada anak.

Perilaku-perilaku itulah yang akan mereka tiru sejak kecil, yang nantinya berkontribusi besar pada masa depannya. Perilaku seperti apa yang Anda inginkan ada dalam diri anak Anda? Jadilah teladannya terlebih dulu, dan semuanya akan menjadi lebih mudah.

Menjadi teladan juga berarti Anda sudah menanamkan kebanggaan dalam diri anak Anda pada Anda sebagai orang tuanya. Kebanggaan itu akan meningkatkan rasa percaya diri anak, dan lagi-lagi, meningkatkan rasa percaya mereka kepada Anda. Anda tidak harus menjadi sempurna untuk memenangkan kebanggaan dari mereka.

Manakah yang lebih menyukakan hati, menjadi idola dan bagian dari cita-cita anak Anda, atau mengetahui bahwa mereka punya idola di luar sana yang bahkan belum pernah mereka temui?

Jadi mari kembali melihat ulang ke dalam diri kita masing-masing, baik orang tua maupun guru, apakah kita sudah, paling tidak, berusaha menerapkan perilaku yang kita harapkan ditiru oleh anak-anak kita? Masing-masing kita punya peranan penting untuk meletakkan pijakan bagi masa depan anak.

Seperti yang diungkapkan dalam sebuah kitab, Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Mempersiapkan mereka dengan pengasuhan yang baik, sama seperti pahlawan mempersiapkan panah terbaik untuk berjasa di medan perang. Akhirnya, berbahagialah orang tua yang mengisi penuh tabung panahnya dengan anak-anak panah yang demikian.

Bangun keharmonisan hubungan orang tua dan anak dengan bantuan Parenting Coach kami.

Sumber:

Meece, Schunk, Pintrich. (2008). Motivation in Education. New Jersey: Pearson.

Papalia, Olds, Feldman. (2009). Human Development. California: McGraw-Hill Company, Inc.

{$detail->author->name}}
Pramwidya Novia, CPC

S.Psi, MBusPsych Check the profile at https://www.visecoach.com/pramwidya-novia

Related Posts