5 Persepsi Salah tentang Generasi Millennial
Leadership Coaching

5 Persepsi Salah tentang Generasi Millennial

@DailyVisecoach
@DailyVisecoach


Tidak dapat dipungkiri keberadaan generasi Millennial dengan segala karateristiknya ini cukup merepotkan senior mereka di organisasi yang umumnya berasal dari generasi-generasi terdahulu. Millennial ini lekat dengan stereotype susah diatur dan motivasi kerja kurang. Tapi benarkah itu?

Suka atau tidak suka generasi ini memiliki latar belakang yang berbeda dan suatu hari kelak mereka akan mengambil alih kepemimpinan di organisasi. Oleh karenanya penting untuk menyadari mispersepsi tentang mereka agar kita bisa memahami apa yang sesungguhnya yang mereka butuhkan.

Mispersepsi 1. Millennial gampang bosan

Okay, memang benar rata-rata Millennial pindah kerja setiap dua tahun. Akan tetapi ini bukan karena mereka gampang bosan dan sulit betah di satu tempat. Millennials tumbuh dengan akses tak terbatas yang disediakan internet. Mereka banyak membaca hal-hal baru dan punya keinginan kuat untuk mencoba. Pada dasarnya mereka ingin mendapatkan pengalaman sebanyak-banyaknya mumpung usia masih muda. Ketika kesempatan untuk mencoba hal baru tidak tersedia di perusahaan, mereka akan dengan mudah memilih tempat lain.

Mispersepsi 2. Millennial tidak menghormati seniornya

Salah satu hal yang paling dikeluhkan oleh para senior di organisasi adalah ketika Millennial tidak bersikap santun saat berpapasan atau bahkan ketika berinteraksi di meeting. Perlu dipahami bahwa sebagian besar Millennials tidak dibesarkan di keluarga yang orang tuanya menuntut untuk dihormati.

Mereka tidak akan sekedar mengikuti seseorang karena diharuskan. Rasa hormat akan timbul dengan sendirinya jika orang tersebut memang menunjukkan sikap yang bisa dipercaya dan kompeten di bidangnya. Kita tidak bisa menuntut sikap hormat dari Millennial tanpa membangun kepercayaan. It is something you must earn.

Mispersepsi 3. Millennial itu egois dan narsis

Stereotype yang juga kita sering dengar adalah Millennial itu susah diatur. Mereka narsis dan mementingkan dirinya sendiri. Bahkan Wendy Squires, seorang jurnalis Australia, menulis artikel tentang “Is this the most narcissistic generation we’ve ever seen?” yang menceritakan penyakit Narcissistic Personality Disorder (NPD) tampaknya berkembang luas di Generasi Millennial.

Baca juga 3 Tren Leadership di Era Milenium

Anggapan ini tidak sepenuhnya benar. Millennial umumnya punya dorongan yang kuat ketika mereka menginginkan sesuatu. Mereka ambisius dan percaya diri. Role model sukses  seperti pendiri Facebook dan Go-Jek banyak menginspirasi mereka. Millennial haus akan kesempatan pengembangan.

Anggapan egois biasanya muncul karena mereka cenderung menggunakan caranya sendiri untuk mencapai sesuatu. Padahal ini bisa diatasi dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkreatifitas di luar cara yang umumnya dilakukan oleh generasi sebelumnya. Kebutuhan mereka untuk mendapatkan pengakuan atas karyanya seringkali disalah mengerti sebagai narsisme. Organisasi perlu memikirkan sistem penghargaan, selain yang berkaitan dengan kinerja formal,  untuk membuat mereka merasa diakui.

Mispersepsi 4. Millennial tidak mengikuti arahan

Mesin pencari Google adalah teman akrab Millennial. Bagi mereka, banyak cara untuk menyelesaikan tugas selain arahan dari atasan. Sedikit fleksibilitas kita perlukan untuk mengizinkan mereka bereksperimen. Kalau pun hasilnya ternyata gagal, selalu ada ruang untuk mendiskusikan pembelajaran.

Kesepakatan terhadap KPI (Key Performance Indicator) diperlukan agar mereka pun sadar untuk mengambil cara yang paling efektif untuk mencapai hasil yang diharapkan. Mereka akan lebih produktif dan loyal ketika diberikan keleluasaan untuk berkreasi di tugas pekerjaannya.

Mispersepsi 5. Millennial maunya instan

Dibutuhkan paling tidak 20 tahun bagi Millennial untuk mencapai posisi eksekutif di perusahaan. Namun bagi sebagian Millennial, 10 tahun saja rasanya mungkin sudah terlalu lama. Sekilas terkesan mereka maunya instan. Tapi sebetulnya dibalik itu tersimpan keinginan untuk menunjukkan kemampuan.

Mereka tidak suka berlama-lama menunggu feedback. Pertemuan per 6 bulan yang mereview kinerja bagi mereka tidak cukup. Lebih baik feedback diberikan on the spot sehingga mereka bisa langsung memperbaiki, bila ada yang salah. Layaknya skor “Like” di Facebook, Millennials ingin mengetahui dengan segera apakah kinerja mereka bagus atau tidak.

Maksimalkan potensi kepemimpinan Anda dengan bantuan Leadership Coach kami.

Related Posts