5 Alasan yang Membuat Orang Enggan dapat Coaching
General

5 Alasan yang Membuat Orang Enggan dapat Coaching

@DailyVisecoach
@DailyVisecoach

Mari bayangkan, di saat ini, ada seseorang yang hadir menyapa Anda, dan mengatakan “Halo, saya seorang Coach, dan saya akan senang sekali bisa bekerjasama dengan Anda”, dengan ramah dan senyum lebar.

Nah, apa kira-kira reaksi Anda? Kalau reaksi pertama Anda adalah melonjak gembira dan bertepuk tangan dengan semangat, “Ayo, saya juga semangat sekali bekerja dengan Anda”. Wah, selamat ya, Anda rupanya sudah paham apa itu coaching.

Namun, jika reaksi pertama Anda adalah berkerut kening, lalu dengan sopan mencoba menjawab, “Aduuh maaf ya, saya sedang tidak butuh coaching.”. Nah, paparan ini mungkin untuk Anda.

Apa saja yang mungkin terlintas di benak Anda saat mengernyitkan dahi?

1. Coaching hanya untuk orang bermasalah, dan saya tidak bermasalah

Ini pikiran yang lazim muncul di benak banyak orang yang ditawari coaching. Ini muncul karena dulu, sekitar tahun 80-an istilah coaching lazim digunakan dalam dunia kerja untuk memperbaiki suatu masalah kinerja.

Tentunya kita pernah mendengar seorang atasan mengatakan pada anak buahnya, “Nampaknya kamu perlu di-coaching supaya kerjaanmu bener!” Apa yang ia lontarkan lumrah saja mengingat coaching dulu sering dikaitkan dengan masalah.

Namun sejak pertengahan 90’an mulai ada pergeseran paradigma tentang coaching. Terutama sejak berdirinya organisasi coaching dunia yang bernama ICF (International Coach Federation).

Baca juga Fixed vs. Growth Mindset

Coaching sekarang justru dimaknai sebagai dukungan atau bahkan fasilitas yang diberikan kepada karyawan berpotensi di perusahaan. Di lingkungan pribadi, coaching erat kaitannya dengan pengembangan diri orang-orang yang ingin maju.

Coaching yang kita bicarakan di sini hamper sama seperti coaching yang diberikan oleh Jose Mourinho untuk Tottenham Hotspur, atau yang diberikan oleh Alicia Keys untuk para peserta The Voice.

Coach membantu kliennya mencapai tujuan si klien. Jadi, melakukan sesi coaching sebenarnya suatu kesempatan bagi kita memikirkan secara mendalam tujuan apa pun yang ingin kita raih. Kalau kita memiliki tujuan, seorang coach bisa membantu kita membangun strategi mencapainya.

2. Coaching itu saatnya Anda “dikeramasin” oleh coach

Seorang coach bukan shampoo boy/girl, hahaha, jadi tidak mungkin “ngeramasin” kliennya. Pemikiran akan “dikeramasin” ini biasanya timbul dari persepsi bahwa coach akan membongkar kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan kita.

Jadi dari persepsi tentang coaching yang seperti ini, banyak orang  merasa enggan memasuki suatu program coaching karena hanya akan diceramahi.

Coach sesungguhnya tidak dilatih untuk melihat kekurangan-kekurangan seseorang. Seorang coach justru dilatih untuk peka terhadap kekuatan, talenta, pola pikir, nilai-nilai pribadi, juga hal-hal yang dirasakan penting oleh klien, yang ditangkap coach dari apa yang dikatakan (atau tak terkatakan) oleh klien.

Coach akan merangkum apa yang didengarnya, dan menyajikannya kembali kepada klien. Dengan demikian klien malah akan bisa melihat alur pemikirannya dengan lebih jelas.

3. Seorang coach memberikan arahan

Coach tugasnya bukan mengarahkan. Tugas utama seorang coach adalah membantu kliennya mendapatkan kejelasan atas situasi yang dihadapinya. Coach sebetulnya tidak berada pada posisi yang tepat untuk mengarahkan, karena yang dibicarakan dalam suatu sesi coaching adalah kehidupan dan diri si klien.

Orang yang paling memahami kehidupan dan diri klien adalah klien sendiri. Sekiranya klien sedang merasa hilang arah saat bertemu coach, tugas coach sebetulnya membantu klien perlahan menyadari apa yang membuatnya hilang arah, mengingat kembali mungkin apa yang membuatnya hilang arah, seraya mengajak klien menentukan kembali arah mana yang ingin dituju. Karena coaching itu tentang klien, coach bukanlah orang yang akan mengarahkan klien. Namun coach akan membantu klien menentukan arah.

4. Coaching itu nama lain dari pelatihan

Coaching bukanlah pelatihan. Prosesnya secara mendasar berbeda. Pelatihan biasanya dilakukan dengan tujuan memberikan pengetahuan atau keterampilan baru kepada peserta pelatihan.

Coaching tidak mengajarkan apa-apa, kalau pun ada yang dipelajari itu adalah klien belajar dari dirinya. Sifat percakapannya pun berbeda. Pelatihan jauh lebih satu arah, karena instruktur lah yang menjadi pengendali percakapan. Di dalam coaching percakapan dilakukan secara dua arah.

Coach tugasnya mendengarkan dan bertanya lebih lanjut berdasarkan apa yang didengarnya, sementara klien akan menjawab pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan itu bukan pertanyaan wawancara, namun pertanyaan yang lahir dari mendengarkan isi cerita klien dan bertujuan membuat klien semakin memahami pola pikirnya, sudut pandangnya, hal-hal yang menghambatnya, hal-hal yang diinginkannya. Ini yang disebut sebagai klien belajar tentang dirinya.

Perbedaan lain dengan pelatihan adalah coaching lebih berkesinambungan. Maksudnya begini, kalau pelatihan, begitu kita selesai menjalani pelatihan maka selesai sudah juga tanggung jawab sang instruktur. Instruktur tidak memiliki kewajiban apa pun setelah pelatihan selesai.

Sementara coaching biasanya dilakukan dalam beberapa sesi, dan setelah setiap sesi selesai, coach biasanya masih akan berkomunikasi dengan klien. Merencanakan pertemuan berikutnya, atau memberikan dukungan jika diperlukan melalui WA atau email. Coach menjadi seperti sahabat akrab klien.

5. Coach menyediakan saran dan ide untuk memecahkan masalah

Coach bukanlah penyedia saran, rekomendasi atau ide pemecahan masalah bagi klien. Namun dalam suatu proses coaching, coach bertindak sebagai mitra bagi klien. Artinya, coach akan mengajak klien terlebih dahulu memahami situasinya dan melihatnya dari berbagai sudut. 

Tahap ini sangat penting, karena terkadang hanya dari memiliki pemahaman baru atau melihat sesuatu dari sudut yang berbeda, klien sudah memiliki jawaban, ide bahkan rencana tindakan. Jadi ini yang pertama-tama akan dilakukan oleh coach.

Seandainya setelah itu dilakukan, klien masih “blank”, tak punya ide, maka coach akan berkokreasi, artinya bukan memberikan saran atau rekomendasi,  melainkan berpikir bersama-sama dengan klien untuk mendapatkan ide atau rencana tindakan.

Ini akan menjadikan ide atau rencana tindakan yang dihasilkan dari percakapan coaching,  merupakan buah pikir klien bersama dengan coach, dan bukan buah pikir coach yang disodorkan kepada klien. Mengapa demikian? Karena seorang coach memiliki keyakinan bahwa setiap klien memiliki semua sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ingin diraihnya.

5 hal di atas adalah mispersepsi, karena coaching yang dibicarakan di sini adalah suatu kemitraan antara coach dan klien, yang berguna bagi si klien dalam proses meraih tujuannya (apa pun itu) dan dengan demikian menjadikan klien pusat pembicaraan.

Coach akan sangat peduli terhadap pola pikir, keinginan, tantangan, dorongan, dan segala sesuatu yang penting bagi klien. Karena setiap coach yakin, klien memiliki banyak sekali potensi dan akan mampu mengeluarkan potensi itu untuk mencapai tujuannya.

Itulah hakikat coaching: membantu seseorang termaksimalkan potensinya.

Buat strategi masa depan karier Anda dengan bantuan Career Coach kami. 

Related Posts